“Kita harus samakan persepsi pemberitaan kekerasan seksual ini seperti apa seharusnya, kita harus pahami mana yang boleh diberitakan dan mana yang tidak boleh diberitakan,” kata Analis Kebijakan Ahli Madya Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Susanti pada kegiatan lokakarya peningkatan kompetensi wartawan dalam pemberitaan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual lingkungan pers di Banjarbaru, Rabu.
Dia menyebutkan maraknya pemberitaan kasus kekerasan seksual telah menjadi atensi masyarakat luas, namun kualitas pemberitaan belum sesuai dengan harapan dalam melindungi hak para korban kekerasan seksual.
“Bahkan saat ini, korban berani mengungkap secara terang-terangan dan terbuka tanpa menutupi identitas korban. Padahal dalam kode etik jurnalis, identitas korban tidak boleh dipublikasi secara terang-terangan,” ucapnya.
Menurut dia, pemberitaan terhadap kasus sensitif seperti kekerasan seksual harus memperhatikan pemenuhan hak korban, masih banyak konten berita yang menghakimi korban.
Baca juga: Cegah kekerasan di tempat kerja, KemenPPPA minta perusahaan bentuk RP3
Oleh karena itu, KemenPPPA perlu mengambil langkah untuk memberikan perhatian terhadap isu perempuan dalam perspektif pemenuhan hak korban melalui kolaborasi dengan media massa dengan kegiatan pelatihan bagi wartawan.
Terlebih, katanya, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan permasalahan yang kompleks sehingga tidak dapat ditangani oleh sepihak, namun seluruh pemangku kepentingan, khususnya media massa dan wartawan.
“Pers memiliki peran strategis dalam pemberitaan kekerasan seksual, penting bagi media untuk menggunakan perspektif korban sehingga tidak hanya fokus pada kasusnya, tetapi mengutamakan upaya pemulihan bagi korban,” kata Susanti.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan pelatihan ini modal penting bagi wartawan dalam meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugas pers untuk kepentingan masyarakat.
Dia menjelaskan berdasarkan hasil riset bekerja sama dengan salah satu universitas terkait pemberitaan media elektronik, cetak, dan daring, menunjukkan pemberitaan kekerasan seksual masih banyak dilakukan tidak berpegang teguh pada kode etik jurnalistik
Berangkat dari hasil riset ini pula, kata dia, KemenPPPA bersama Dewan Pers menginisiasi pelatihan bagi wartawan, lembaga perlindungan perempuan dan anak, serta aparat penegak hukum.
“Perlunya ekosistem pemberitaan kekerasan seksual yang kondusif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Baik wartawan, aparat penegak hukum, dan pemerintah harus memiliki persepsi yang sama guna menekan angka kasus kekerasan seksual,” ujar Ninik.
Baca juga: KPPPA apresiasi polisi cepat tindak lanjuti laporan korban kekerasan
Baca juga: KPPPA tekankan edukasi seksual sejak dini cegah kekerasan seksual
Pewarta: Tumpal Andani Aritonang
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024